Asmaul Husna


Pendidikan adalah hal yang sangat penting untuk diperoleh anak-anak ataupun orang dewasa. Pendidikan menjadi salah satu modal bagi seseorang agar dapat berhasil dan mampu meraih kesuksesan dalam kehidupannya. Mengingat akan pentingnya pendidikan, maka pemerintah pun mencanangkan program wajib belajar 9 tahun, melakukan perubahan kurikulum untuk mencoba mengakomodasi kebutuhan siswa. Kesadaran akan pentingnya pendidikan bukan hanya dirasakan oleh pemerintah, tetapi juga kalangan swasta yang mulai melirik dunia pendidikan dalam mengembangkan usahanya. Sarana untuk memperoleh pendidikan yang disediakan oleh pemerintah masih dirasakan sangat kurang dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan.

Hal ini terlihat dengan semakin menjamurnya sekolah-sekolah swasta yang dimulai dari Taman Kanak-Kanak sampai perguruan tinggi. Kendala bagi dunia pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas adalah masih banyaknya sekolah yang mempunyai pola pikir tradisional di dalam menjalankan proses belajarnya yaitu sekolah hanya menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa. Kenyataan ini senada dengan yang diungkapkan oleh Seto Mulyadi (2003), seorang praktisi pendidikan anak, bahwa suatu kekeliruan yang besar jika setiap kenaikan kelas, prestasi anak didik hanya diukur dari kemampuan matematika dan bahasa. Dengan demikian sistem pendidikan nasional yang mengukur tingkat kecerdasan anak didik yang semata-mata hanya menekankan kemampuan logika dan bahasa perlu direvisi.

Kecerdasan intelektual tidak hanya mencakup dua parameter tersebut, di atas tetapi juga harus dilihat dari aspek kinetis, musical, visual-spatial, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis (Kompas, 6 Agustus 2003). Jenisjenis kecerdasan intelektual tersebut dikenal dengan sebutan kecerdasan jamak (Multiple Intelligences) yang diperkenalkan oleh Howard Gardner padan tahun 1983. Gardner mengatakan bahwa kita cenderung hanya menghargai orangorang yang memang ahli di dalam kemampuan logika (matematika) dan bahasa. Kita harus memberikan perhatian yang seimbang terhadap orangorang yang memiliki talenta (gift) di dalam kecerdasan yang lainnya seperti artis, arsitek, musikus, ahli alam, designer, penari, terapis, entrepreneurs, dan lain-lain.

Sangat disayangkan bahwa saat ini banyak anak-anak yang memiliki talenta (gift), tidak mendapatkan reinforcement di sekolahnya. Banyak sekali anak yang pada kenyataannya dianggap sebagai anak yang “Learning Disabled” atau ADD (Attention Deficit Disorder), atau Underachiever, pada saat pola pemikiran mereka yang unik tidak dapat diakomodasi oleh sekolah. Pihak sekolah hanya menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa.

Teori Multiple Intelligences yang menyatakan bahwa kecerdasan meliputi delapan kemampuan intelektual. Teori tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa kemampuan intelektual yang diukur melalui tes IQ sangatlah terbatas karena tes IQ hanya menekan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa (Gardner, 2003). Padahal setiap orang mempunyai cara yang unik untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Kecerdasan bukan hanya dilihat dari nilai yang diperoleh seseorang. Kecerdasan merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat suatu masalah, lalu menyelesaikan masalah tersebut atau membuat sesuatu yang dapat berguna bagi orang lain.

Pola pemikiran tradisional yang menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa memang sudah mengakar dengan kuat pada diri setiap guru di dalam menjalankan proses belajar. Bahkan, dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Insan Kancil (Kompas, 13 Oktober 2003), pendidikan Taman Kanak-Kanak saat ini cenderung mengambil porsi Sekolah Dasar. Sekitar 99 persen, Taman Kanak-Kanak mengajarkan membaca, menulis, dan berhitung. Artinya, pendidikan Taman Kanak-Kanak telah menekankan pada kecerdasan akademik, tanpa menyeimbanginya dengan kecerdasan lain. Hal ini berarti pula bahwa sistem pendidikan yang dilaksanakan oleh guru-guru masih tetap mementingkan akan kemampuan logika (matematika) dan bahasa.

Menurut Moleong, dalam melaksanakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), guru dan orang tua hendaknya bersinergi dalam mengembangkan berbagai jenis kecerdasan, terutama terhadap anak usia dini. Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak gagap dalam melaksanakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Anak-anak usia 0 – 8 tahun harus diperkenalkan dengan kecerdasan jamak (Multiple Intelligences). Guru hendaknya tidak terjebak pada kecerdasan logika semata.

Multiple Intelligences yang mencakup delapan kecerdasan itu pada dasarnya merupakan pengembangan dari kecerdasan otak (IQ), kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ). Semua jenis kecerdasan perlu dirangsang pada diri anak sejak usia dini, mulai dari saat lahir hingga awal memasuki sekolah (7 – 8 tahun). (Kompas, 13 Oktober 2003). Yang menjadi pertanyaan terbesar, mampukah dan bersediakah setiap insan yang berkecimpung dalam dunia pendidikan mencoba untuk mengubah pola pengajaran tradisional yang hanya menekankan kemampuan logika (matematika) dan bahasa? Bersediakah segenap tenaga kependidikan bekerjasama dengan orang tua bersinergi untuk mengembangkan berbagai jenis kecerdasan pada anak didik di dalam proses belajar yang dilaksanakan di lingkungan lembaga pendidikan?

Kecerdasan (Inteligensi) secara umum dipahami pada dua tingkat yakni : Kecerdasan sebagai suatu kemampuan untuk memahami informasi yang membentuk pengetahuan dan kesadaran. Kecerdasan sebagai kemampuan untuk memproses informasi sehingga masalah-masalah yang kita hadapi dapat dipecahkan (problem solved) dan dengan demikian pengetahuan pun bertambah. Jadi mudah dipahami bahwa kecerdasan adalah pemandu bagi kita untuk mencapai sasaran-sasaran kita secara efektif dan efisien. Dengan kata lain, orang yang lebih cerdas, akan mampu memilih strategi pencapaian sasaran yang lebih baik dari orang yang kurang cerdas. Artinya orang yang cerdas mestinya lebih sukses dari orang yang kurang cerdas. Yang sering membingungkan ialah kenyataan adanya orang yang kelihatan tidak cerdas (sedikitnya di sekolah) kemudian tampil sukses, bahkan lebih sukses dari dari rekan-rekannya yang lebih cerdas, dan sebaliknya.

Prestasi seseorang ditentukan juga oleh tingkat kecerdasannya (Inteligensi). Walaupun mereka memiliki dorongan yang kuat untuk berprestasi dan orang tuanya memberi kesempatan seluas-luasnya untuk meningkatkan prestasinya, tetapi kecerdasan mereka yang terbatas tidak memungkinkannya untuk mencapai keunggulan. Tingkat Kecerdasan Tingkat kecerdasan (Intelegensi) bawaan ditentukan baik oleh bakat bawaan (berdasarkan gen yang diturunkan dari orang tuanya) maupun oleh faktor lingkungan (termasuk semua pengalaman dan pendidikan yang pernah diperoleh seseorang; terutama tahun-tahun pertama dari kehidupan mempunyai dampak kuat terhadap kecersan seseorang). Secara umum intelegensi dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Kemampuan untuk berpikir abstrak.
2. Untuk menangkap hubungan-hubungan dan untuk belajar.
3. Kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi-situasi baru.

Perumusan pertama melihat inteligensi sebagai kemampuan berpikir. Perumusan kedua sebagai kemampuan untuk belajar dan perumusan ketiga sebagai kemampuan untuk menyesuaikan diri. Ketiga-tiganaya menunjukkan aspek yang berbeda dari intelegensi, namun ketiga aspek tersebut saling berkhaitan. Keberhasilan dalam menyesuaikan diri seseorang tergantung dari kemampuannya untuk berpikir dan belajar. Sejauhmana seseorang dapat belajar dari pengalaman-pengalamannya akan menentukan penyesuaian dirinya. Ungkapan-ungkapan pikiran, cara berbicara, dan cara mengajukan pertanyaan, kemampuan memecahkan masalah, dan sebagainya mencerminkan kecerdasan. Akan tetapi, diperlukan waktu lama untuk dapat menyimpulkan kecerdasan seseorang berdasarkan pengamatan perilakunya, dan cara demikian belum tentu tepat pula. Oleh karena itu, para ahli telah menyusun bermacam-macam tes inteligensi yang memungkinkan kita dalam waktu yang relatif cepat mengetahui tingkat kecerdasan seseorang. Inteligensi seseorang biasanya dinyatakan dalam suatu kosien inteligensi Intelligence Quotient(IQ).

Apakah hanya kecerdasan (yang diukur dengan tes intelegensi dan menghasilkan IQ) yang menentukan keberbakatan seseorang ? barangkali untuk bakat intelegtual masih tepat jika IQ menjadi kriteria (patokan) utama, tetapi belum tentu untuk bakat seni, bakat kreatif-produktif, dan bakat kepemimpinan. Memang dulu para ahli cenderung untuk mengidentifikasi bakat intelektual berdasarkan tes intelegensi semata-mata, dalam penelitian jangka panjangnya mengenai keberbakatan menetapkan IQ 140 untuk membedakan antara yang berbakat dan tidak. Akan tetapi, akhir-akhir ini para ahli makin menyadari bahwa keberbakatan adalah sesuatu yang majemuk, artinya meliputi macam-macam ranah atau aspek, tidutak hanya kecerdasan.

Keberbakatan dan Anak Berbakat Renzulli, dkk.(1981) dari hasil-hasil penelitiannya menarik kesimpulan bahwa yang menentukan keberbakatan seseorang adalah pada hakekatnya tiga kelompok (cluster) ciri-ciri, yaitu : kemampuan di atas rata-rata, kreativitas, pengikatan diri (tangung jawab terhadap tugas). Seseorang yang berbakat adalah seseorang yang memiliki ketiga ciri tersebut. Masing-masing ciri mempunyai peran yang sama-sama menentukan. Seseorang dapat dikatakan mempunyai bakat intelegtual, apabila ia mempunyai intelegensi tinggi atau kemampuan di atas rata-rata dalam bidang intelektual yang antara lain mempunyai daya abstraksi, kemampuan penalaran, dan kemampuan memecahkan masalah). Akan tetapi, kecerdasan yang cukup tinggi belum menjamin keberbakatan seseorang. Kreatifitas sebagai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya, adalah sama pentingnya. Demikian juga berlaku bagi pengikatan diri terhadap tugas yang mendorong seseorang untuk tekun dan ulet meskipun mengalami macam-macam rintangan dan hambatan, melakukan dan menyelesaikan tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya, karena ia telah mengikatnya diri terhadap tugas tersebut atas kehendaknya sendiri.

Adapun yang dimaksud dengan anak berbakat adalah mereka yang karena memiliki kemampuan-kemampuan yang unggul dan mampu memberikan prestasi yang tinggi. Anak-anak ini membutuhkan program pendidikan yang berdeferensiasi atau pelayanan yang di luar jangkauan program sekolah biasa, agar dapat mewujudkan bakat-bakat mereka secara optimal, baik bagi pengembangan diri maupun untuk dapat memberikan sumbangan yang bermakna bagi kemajuan masyarakat dan negara. Bakat-bakat tersebut baik sebagai potensi maupun yang sudah terwujud meliputi :kemampuan intelektual umum, kemampuan berpikir kreatif-produktif, kemampuan dalam salah satu bidang seni, kemampuan psikomotor, kemampuan psikososial seperti bakat kepemimpinan. Keberbakatan itu meliputi bermacam-macam bidang, namun biasanya seseorang mempunyai bakat istimewa dalam salah satu bidang saja. Dan tidak pada semua bidang. Misalnya : Si A menonjol dalam matematika, tetapi tidak dalam bidang seni. Si B menunjukkan kemapuan memimpin, tetapi prestasi akademiknya tidak terlalu menonjol. Hal ini kadang-kadang dilupakan oleh pendidik. Mereka menganggap bahwa seseorang telah diidentifikasi sebagai berbakat harus menonjol dalam semua bidang. Selanjutnya perumusan tersebut menekankan bahwa anak berbakat mampu memberikan prestasi yang tinggi. Mampu belum tentu terwujud. Contoh Ada anak-anak yang sudah dapat mewujudkan bakat mereka yang unggul, tetapi ada pula yang belum. Bakat memerlukan pendidikan dalam latihan agar dapat terampil dalam restasi yang unggul.

Bahaya Pornografi terhadap Anak | Pornografi No

Jumat, 09 Juli 2010

Tak perlu ikut pusing dan repot mendefinisikan pornografi, bermain kata-kata untuk mencari celah kebolehannya. Dalam Islam, mengumbar aurat, melukiskan atau menceritakan hubungan intim adalah dilarang.. juga, sesuatu yang dapat membangkitkan gairah seksual sehingga memicu penyaluran bukan pada tempat yang dihalalkan adalah haram. Sebab telah terbukti kerusakannya, tidak saja pada orang dewasa bahkan anak-anak.
Terdapat banyak bahaya yang ditimbulkan oleh pornografi, yang sifatnya secara berangsur-angsur dan bisa menyebabkan kecanduan. Seperti orang yang gemar minuman keras, lama-lama dia akan menjadi pecandu. Anak-anak juga demikian, semakin sering melihat hal-hal berbau pornografi, kemungkinan terjadi penyimpangan seksual atau kecanduan seks semakin besar.
Apalagi saat ini media electronik dan massa, semakin gencar menayangkannya. Kondisi semacam ini akan memperbesar bahaya potensial yang ada pada pornografi. Berikut ini, beberapa bahaya yang ditimbulkan oleh pornografi berdasarkan penelitian dan pengamatan di Negara yang mempelopori adanya seks bebas (free sex) yaitu Amerika.
1. Pornografi dapat membuat anak menjadi korban kekerasan seksual
Di negara barat yang mempunyai akses internet lebih leluasa, para pengidap pedhophilia (orang yang senang melakukan hubungan seks terhadap anak-anak kecil) dan pemburu seks memanfaatkannya untuk mencari mangsa (anak-anak). Internet merupakan media yang terbukti nyata sebagai alat berguna bagi mereka. Semakin sering mereka mengakses pornografi lewat internet, semakin tinggi resiko melakukan apa yang diihatnya, termasuk kekerasan seksual, perkosaan, dan pelecehan sekseual terhadap anak.
2. Hubungan pornografi dengan perkosaan dan kekerasan seksual
Menurut salah satu penelitian, anak dibawah 14 tahun yang melihat pornografi, lebih banyak terlibat praktek penyimpangan seksual, terutama perkosaan. Sedikitnya lebih dari sepertiga pelaku pelecehan seksual pada anak dan pemerkosa dalam penelitian ini, mengaku melakukannya akibat melihat pornografi. Dari 53% pelaku itu dilaporkan menggunakan pornografi sebagai rangsangan untuk melakukan aksinya.
Kebiasaanmeng konsumsi pornografi dapat menyebabkan ketidakpuasan terhadap bentuk pornografi yang lembut, sebaliknya semakin kuat ingin melihat materi-materi yang mengandung penyimpangan dan kekerasan seksual. Dalam sebuah penelitian terhadap para napi yang melakukan pelecehan seksual terhadap anak, 77% dari mereka yang melakukannya terhadap anak lelaki dan 87% yang melakukan terhadap anak perempuan mengakui terbiasa menggunakan pornografi sebagai pendorongnya.
Pornografi juga mempermudah pelecehan seksual terhadap anak dalam berbagai cara. Contohnya, para pedofilia menggunakan foto/gambar porno unuk menunjukkan pada korbannya bahwa suatu aktivitas seksual tertentu tidak mengapa. Mereka akan berkata, “Orang ini menikmatinya, demikian juga kamu nanti.”
3. Pornografi menyebabkan penyakit seksual, hamil diluar nikah, dan kecanduan seks
Semakin sering anak-anak melihat baik pornografi “lembut” atau hal-hal yang mengandung penyimpangan seksual mereka akan mempelajari sebuah pesan yang sangat berbahaya dari pembuat pornografi, yaitu “seks tak bertanggung jawab adalah boleh dan dibutuhkan”. Karena, pornografi mendorong ekspresi seksual tanpa tanggung jawab, hal ini akan membahayakan kesehatan anak. Salah satunya adalah terjadinya peningkatan secara terus menerus penyakit kelamin.
Di AS, sekitar 1 dari 4 remaja yang telah melakukan hubungan seksual, menderita penyakit kelamin tiap tahunnya. Hal ini menhasilkan 3 juta kasus penyakit kelamin pada remaja. Rata-rata insfeksi Syphilis di antara para remaja telah meningkat lebih dari 2 kali lipat, sejal pertengahan tahun 1980-an. Jumlah anak yang terkena penyakit kelamin setiap tahunnya, lebih banyak disbanding jumlah seluruh penderita polio selama 11 tahun, saat terjadi wabah pada tahun 1942-1953. Hasil lain yang terlihat jelas dengan adanya aktivitas seksual pada anak-anak adalah peningkatan jumlah kehamilan di anatara para pelajar.
Penelitian telah menunjukkan bahwa lelaki yang melihat seabrek hal-hal yang berbau pornografi sebelum usia 14 tahun (bukan berarti setelah usia ini boleh melihat-red), lebih aktif secara seksual dan sibuk dengan aktivitas seksual yang beraneka ragam daripada yang tidak melihat. Salah satu penelitian mengungkapkan bahwa di antara 932 pecandu seks, 90% lelaki dan 77% perempuanmenyatakan bahwa pornografi berhubungan nyata dengan kecanduannya itu.
4. Pornografi mendorong anak melakukan tindakan seksual terhadap anak lain
Anak-anak sering meniru apa yang dibaca, dilihat atau yang didengar. Banyak penelitian mengemukakan bahwa pornografi dapat mendorong mereka melakukan tindakan seksual terhadap anak yang lebih muda, kecil dan lemah. Para ahli di bidang kejahatan seksual terhadap anak menyatakan bahwa aktifitas seksual pada anak yang belum dewasa selalu memunculkan 2 kemungkinan pemicu : pengalaman dan melihat. Hal ini berarti bahwa anak-anak yang menyimpang secara seksual mungkin telah tercemar atau gampang melihat hal-hal seksual melalui pornografi.
Dalam sebuah penelitian dari 600 lelaki dan perempuan usia SMP dan di bawahnya di AS, peneliti Dr. Jennings Bryant menemukan bahwa 91% lelaki dan 82% wanita mengaku telah menonton film porno atau yang berisi kekerasan seksual. Lebih dari 66% lelaki dan 40% wanita dilaporkan inginmencoba beberapa adegan seks yang telah ditontonnya. Dan diantara Siswa Sekolah Menengah (SMP), 31% lelaki dan 18% wanita mengaku benar-benar melakukan beberapa adegan dalam film porno itu, beberapa hari setelah menontonnya.
5. Pornografi mempengaruhi pembentukan sikap, nilai dan perilaku
Pesan-pesan yang tidak bertanggungjawab yang sangat kuat dari pornografi, bisa mengajari anak-anak tentang masalah-masalah seksual.
Foto, video, majalah, game, dan situs internet yang berbau porno yang menggambarkan perkosaan dan tindakan tak berprikemanusiaan pada wanita dalam adegan seksual, menjadi alat perusak bagi pendidikan seks. Bahayanya bagi anak bercabang-cabang, sebagaian adalah perubahan perilaku. Berulang-ulang penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak melihat bentuk-bentuk gambar pornografi, punya pengaruh dramatis pada pelakunya yaitu bagaimana mereka melihat wanita, kejahatan seksual, hubungan seksual, dan seks pada umumnya. Kesimpulan penelitian-penelitian ini tak terbantahkan dalam kenayataan, yaitu:
Ketika responden pria diberi pornografi jenis kasar selama sedikitnya 6 minggu, mereka :
Terbentuk sifat kasar secara seksual yang semakin meningkat terhadap wanita
Mulai menyepelekan perkosaan sebagai tindak kejahatan atau tak lagi menganggapnya sebagai kejahatan
Terbentuk persepsi yang menyimpang terhadap seks
Muncul hasrat yang besar terhadap jenis pornografi yang lebih menyimpang, aneh, atau kejam(seks yang normal tidak lagi dirasakan memuaskan)
Menghilangkan nilai penting perkawinan dan mengurangi keyakinan bahwa perkawinan merupakan ikatan yang sah
Memandang seks bebas sebagai perilaku normal dan alami
6. Pornografi mengganggu jati diri dan perkembangan anak
Selama waktu kritis tertentu pada masa kanak-kanak, otak anak kecil telah terprogram tentang orientasi seksual. Selama periode ini, pikiran tersebut terlihat membangun jaringan mengenai apa yang merangsang atau menarik seseorang. Melihat norma-norma dan perilaku seksual yang sehat selama waktu kritis itu, dapat membentuk orientasi seks yang sehat. Sebaliknya, jika melihat penyimpangan seksual bisa terpatri dalam otaknya dan menjadi bagian tetap dalam orientasi seksualnya.
Temuan-temuan Psikolog Dr. Victor Cline menyatakan bahwa ingatan-ingatan dari pengalaman yang terjadi saat perasaan terangsang (termasuk di sini rangsangan seksual) dipatri di otak oleh epinephrine, suatu hormone dalam glandula adrenalin, dan susah dihapus. Hal ini mungkin merupakan sebagian penjelasan tentang pengaruh candu pornografi. Melihat pornografi bisa membuat kondisi seseorang secara potensial mengulangi fantasi seksualnya sewaktu masturbasi.
Indentitas seksual terbentuk secara berangsur-angsur pada masa kanak-kanak dan remaja. Sebenarnya, anak-anak umumnya tidak memiliki suatu kekuatan seksual alami sampai menginjak usia 10 dan 12 tahun. Selama perkembangannya, anak-anak khususnya mudah terkena pegaruh yang mempengaruhi proses perkembangan itu. Jalur singkat melalui pornografi membelokkan proses perkembangan kepribadian normal, denganmemberikan informasi yang salah tentang seksualitas, perasaan terhadap diri dan jasmani yang membuat anak binggung, berubah dan rusak.
Pronografi sering mengenalkan pada sensasi seksual sebelum waktunya. Padahal secara perkembangan, anak-anak belumlah siap menghadapinya. Pengetahuan tentang sensasi seksual ini dapat membingungkan dan memberi rangsangan berlebihan pada anak. Rangsangan seksual pornografi dan akibat akhir yang diperoleh darinya adalah merusak jiwa. Contohnya, jika rangsangan awal pada seorang anak lelaki adalah foto-foto porno, dia akan terbiasa terangsang melalui foto-foto itu. Hasilnya adalah sulit bagi seseorang mengalami kepuasan seksual, selain dari gambar-gambar porno.
Anak-anak merupakan amanah Allah. Untuk itu, seharusnya dijaga dan dididik sebaik-baiknya. Jangan biarkan moral dan akhlaknya teracuni pornografi yang sudah terbukti pengaruh buruknya. Seharusnya umat Islam bisa mengambil pelajaran dari bobroknya moral bangsa barat akibat menurutkan hawa nafsu mereka. Bukannya malahmeniru dan berusaha membudayakan. Jangan relakan anak-anak kita yang sudah berada dalam kesucian Islam ternodai budaya setan.
Sumber : Majalah Nikah Vol. 3 No. 4, Juli 2004

5 Tips Aman Lindungi Anak Dalam Jejaring Sosial

Jumat, 02 Juli 2010

Situs jejaring sosial bagai pisau bermata dua bagi anak-anak. Selain melatih mereka bersosialisasi, beberapa intimidasi cyber dari orang asing kadang menjadi ancaman bagi anak. Belum lagi bahaya teror pedofilia. Siapkah kita melindungi anak-anak dari ancaman tersebut?

Effendy Ibrahim selaku Internet Safety Advocate & Consumer Business Lead Symantec memberikan beberapa tips tentang peran orangtua kepada anak-anak saat mereka bergaul di jejaring sosial.

Sebelum anak-anak menerima teman baru atau berbagi informasi dalam jejaring sosial, pastikan beberapa hal berikut pada anak-anak kita.

1. Tidak berbicara, atau menerima undangan pertemanan dari orang asing di jejaring sosial, instant messaging, atau forum online.
2. Tidak memberikan pendapat yang menyakitkan, gosip, atau serangan melawan orang lain melalui jejaring sosial, blog, situs, atau chat onlline. Hal tersebut menimbulkan potensi orang, untuk mencelakakan anak kita.
3. Tidak memberikan informasi detail soal alamat rumah, nomor pribadi, foto karena itu akan membuat sang anak menjadi target mudah bagi pelaku kejahatan. Tak ingin anak kita menjadi sasaran kaum pedofil bukan?
4. Pastikan anak memiliki password yang kuat untuk akun e-mail, jejaring sosial, forum atau game online. Pastikan anak tidak memberitahukan ke siapapun -termasuk sahabat baiknya, walau sesekali.
5. Konfirmasikan bahwa link video asing, benar berasal dari seseorang yang dikenal sebelum anak meng-kliknya. Pasalnya beberapa link asing kemungkinan disusupi malware, yang berpotensi mencuri informasi berguna.

Terlepas dari itu semua, sebagai orang tua jangan malu belajar dari anak. Kenyataannya, beberapa anak mungkin lebih banyak tahu mengenai teknologi dan internet daripada orangtuanya. Lalu kenapa?

Tetap sebagai orangtua, jelas kita lebih paham tata cara berperilaku terhadap orang asing di era jejaring sosial ini. Maka berbagai informasi secara terbuka antara anak dan orangtua ini cukup penting.